Sanggul Jogja / Yogya


















TATA RIAS PENGANTIN YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN BUDAYA
Tata rias pengantin Yogyakarta memiliki dimensi yang luas dan berkaitan erat dengan sistem kepercayaan. Selain itu tata rias pengantin memiliki nilai dane stetika tinggi yang beraneka ragam sesuai dengan sistem nilai yang dimiliki masyarakat Indonesia, khususnya budaya Jawa. Tata rias pengantin juga merupakan perwujudan atau ekspresi berbagai bentuk pengungkapan sistem
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Perwujudan tersebut dibentuk oleh perangai, keyakinan dan kaidah nilai-nilai budaya yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi setempat. 
Menurut adat yang berlaku dalam masyarakat, hidup setiap individu  mengalami tingkatan-tingkatan tertentu. Kalangan ahli kebudayaan menyebutnya dengan istilah daur hidup, lingkaran hidup, siklus hidup atau life cycle.
 Daur hidup yang meliputi masa bayi, masa kanak-kanak, masa dewasa, masa kawin, masa tua, dan akhirnya meninggal dunia. Perkawinan merupakan proses kehidupan manusia yang paling penting
dan menentukan laju kehidupan selanjutnya. Perkawinan secara adat mengarah pada tujuan monogamy yang menjadikan kedua manusia mengawali pengintegrasian dalam lingkungan tata alam sakral dan sosial. Melalui pernikahan, kedua manusia akan hidup dalam lingkungan berdasarkan atas
norma, kaidah-kaidah dan adat kebiasaan masyarakat. Dalam perkawinan, terdapat unsur-unsur budaya yang kental. Setiap bagian dalam perkawinan sarat dengan doa dan harapan seperti terdapat dalam tata rias pengantin dan upacaraadat yang menyertainya. Hal ini jelas tergambar karena pada dasarnya perkawinan adalah kehidupan untuk memulai sebuah komunitas masyarakat
yang baru. Dengan doa dan harapan, kedua pengantin diharapkan dapat menjalani kehidupan dan menghasilkan keturunan yang baik. Tata rias pengantin dilatarbelakangi falsafah hidup, merupakan karya tangan dan ekspresi rohani nenek moyang yang saling berkaitan membentuk sebuah rangkaian lambang yang harmonis dan indah. Karya tersebut merupakan pengetahuan berharga. Dahulu karya-karya tersebut tidak disampaikan secara tertulis tetapi hanya tersimpan dalam ingatan, untuk kemudian di wariskan secara turun lisan kepada keturunannya. 
Tata rias pengantin merupakan salah
satu cabang seni yaitu seni merias pengantin atau lazim disebut seni paes (Marmien Sarjono, 2008:5). Seorang perias pengantin akan menggoreskan lambang-lambang kehidupan dengan iringan doa yang sarat dengan makna. Setiap doa ditujukan untuk kehidupan kedua pengantin agar dapat menjalani
kehidupan dengan kearfifan dan kebajikan.


LAMBANG DAN MAKNA TATA RIAS WAJAH PENGANTIN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER INDIVIDU
Tata rias pengantin merupakan hal penting dalam pelaksanaan upacara perkawinan adat, karena secara keseluruhan tata rias merupakan ekspresi pesanpesan yang disampaikan kedua mempelai sebagai bagian dari masyarakat. 

Salah satu corak pengantin gaya Yogyakarta adalah corak Paes Ageng. 
Corak ini memiliki banyak keistimewaan yaitu busana pengantin kebesaran berbentuk
dodot/kampuh, paes (cengkorongan) yang dihias dengan prada dan kinjengan, rajah pada mata yang memberi kesan tatapan mata yang lembut dan syahdu, dan sanggul bokor mengkurep yang dibungkus rajut pandan dan dihias dengan perhiasan keemasan.

Corak Paes Ageng atau corak Basahan dahulu dikenakan untuk acara perjamuan pengantin saat upacara panggih di Kraton. Pada masa sekarang corak Paes Ageng digunakan pada upacara panggih terutama oleh masyarakat yang  memiliki status sosial terpandang dengan pertimbangan menyesuaikan lingkungan sosial dan kondisi fisik pengantin.
Tata rias wajah pengantin corak Paes Ageng terbagi menjadi dua bagian yaitu rias wajah dan cengkorongan. Tata rias wajah pengantin corak Paes Ageng yang terkesan polos dan bersih tanpa menggunakan warna-warna tajam akan  terlihat tidak berekspresi agung bila tidak diberi alis berbentuk tanduk menjangan ranggah. Kertep dan kinjengan yang keemasan akan menenggelamkan
dan menyita sinar mata yang memancarkan keagungan. Karena itu pemberian jahitan mata dan jahitan alis akan menempatkan mata sebagai konsentrasi keseluruhan ekspresi wajah yang agung, indah, dan rasa optimis untuk hari depan (Yosodipuro, 1996: iv).

Paes adalah bagian dari tata rias wajah khusus untuk pengantin putri. Paes memiliki makna mempercantik diri agar dapat membuang jauh-jauh perbuatan  buruk dan menjadi orang sholeh serta dewasa.  Pada paes terdapat beberapa bentuk, yaitu penunggul, penitis, pengapit dan godeg. 


Penunggul atau pucuk godhong suruh (pucuk daun sirih) bentuknya runcing melambangkan meru atau gunung, yang merupakan lambang Trimurti dalam konsep religi Hindu, yaitu
Shiwa, Wisnu dan Brahma. Trimurti berarti: memberi kemakmuran dan  kebahagiaan untuk umat manusia, selain itu juga menggambarkan tiga kekuatansentral yang manunggal. (HJ. Wibowo, dkk. 1987:57). Penunggul merupakan symbol atas sesuatu yang paling tinggi, paling besar & paling baik. Symbol ini bermakna kedua mempelai dapat menjadi manusia yang sempurna. Tunggul secara harfiah berarti: yang tertinggi, yang terkemuka, sedangkan penunggul berarti: intan tengah atau juga jari tengah.  

Berdasarkan letaknya di antara dua pengapit, penunggul diinterpretasikan sebagai wanita yang harus ditinggikan dan dihormati, dicintai dan harus setia.Penitis berbentuk seperti daun sirih. Bentuk paes yang berada di atas godhek ini merupakan symbol atas kearifan, yang bermakna sebagai sebuah
harapan agar kedua mempelai mencapai tujuan yang tepat. 

Pengapit berbentuk seperti Ngundhup kantil (kuncup kantil), 
Pengapit merupakan simbol atasbentuk paes yang berada diantara penunggul dan penitis. Hal ini bermakna penitis sebagai pendamping kanan dan kiri, meski menjadi manusia sempurna
namun bila terpengaruh sifat buruk dari pendamping kiri maka dapat sesat juga.
Karena itu pendamping kanan berfungsi: sebagai pemomong yang setia yang
selalu mengingatkan melalui suara hati agar tetap kuat dan teguh imannya.

Godeg yang berbentuk seperti mangot (ujung pisau melengkung seperti tanduk kerbau) lebih sebagai hiasan yang memberi keseimbangan proporsi dan pengisi bidang dahi (Wibowo dkk, 1987:58). Bentuk godhek yang melengkung kebelakang merupakan simbol atas asal usul manusia, dari mana ia datang dan kemana harus pergi. Godeg bermakna agar manusia diharapkan dapat kembali
ke asal dengan sempurna, dengan syarat harus membelakangi keduniawian. Cithak berbentuk belah ketupat memiliki arti: simbolis pusat dari seluruh daya cipta manusia. Cihtak merupakan stilasi otak atau sentrum keseluruhan kompleks ide-ide atau pusat budi daya manusia (Wibowo dkk, 1987:59).

 Cithak yang terletak pada pusat panca indra/pasu sebagai simbol pagar atau penutup
perbuatan jahat oleh orang lain. Hal ini bermakna bahwa sebagai pagar, citak akan memagari kelemahan manusia yang terdapat pada panca indra agar tidak mudah diperdaya oleh ilmu hitam.
Alis berbentuk menjangan ranggah merupakan model tanduk rusa yang menggambarkan keindahan. Secara estetika alis menjangan ranggah memberi perimbangan terhadap tata rias wajah secara keseluruhan terutama pada dahi yang meriah dan agung, serta pada hiasan rambut dan sanggul. Alis menjangan ranggah merupakan simbol kewaspadaan untuk mengatasi dan menghadapi
serangan buruk dari berbagai arah. Symbol ini bermakna bahwa seorang istri  diharapkan selalu waspada dan bijaksana (tanggap ing sasmita) (Murtiadji S,1993:21).


Kinjengan atau capung-capungan berwarna keemasan menggambarkan binatang yang tak kenal diam, selalu bergerak dan berusaha. Makna yang terkandung di dalamnya adalah pengantin diharapkan memulai hidup kelak tak kenal lelah berusaha mencari rejeki. Letak kinjengan yang berada dalam bidang penunggul, pengapit, dan penitis dimaknai sebagai sebuah hubungan fungsi:onal
antara pengertian hidup dengan otak sebagai sumber rasio. Bahwa setiap usahaselalu berpijak pada kenyataan, dan berusaha sesuai batas kemampuan (Wibowo et al., 1987: 125).


Jahitan mata adalah Riasan mata yang menimbulkan kesan mata redup dan anggun, merupakan simbol untuk memperjelas penglihatan agar berfungsi: sebagai penyaring yang dapat melihat secara jelas, mampu membedakan baik dan buruk kemudian dinalar dengan pikiran dan dapat menjadi pegangan yang kuat selama hidup. Makna dari garis yang menuju ke otak diharapkan dapat
menampung dan menyarig setiap hal yang baik dan buruk untuk kemudian dinalar sebagai lambang bahwa wanita dapat melihat setiap hal dari segi positif.Rias wajah pengantin wanita mencerminkan ekspresi wajah wanda luruhatau raut wajah yang tenang. Dahi dihias dengan cengkorongan dan diberi hiasan kertep yaitu kertas berwarna keemasan yang melambangkan keindahan,
keagungan dan keabadian. Emas yang tidak bisa berkarat dianggap sebagai
simbol abadi. Selain itu kertep hanya berfungsi: sebagai keindahan dan pengisi
bidang pengapit, penunggul, dan penitis. 

Pertemuan dua warna yang kontras ini menyebabkan adanya penonjolan bentuk yang akan menarik perhatian. 

Wanda luruh merupakan simbol atas bentuk paes yang melengkung kebawah. Symbol ini
bermakna wanita diharapkan memiliki sifat lembut dan menunduk/tumungkul
(Jawa), karena sifat kelembutan menjadi jiwa seorang wanita berbudi luhur
(wanita kang utomo). Hiasan pengantin wanita sebagian besar berkonsentrasi pada dahi. Hal ini
memberi kesan pentingnya ekspresi wajah seorang wanita sebagai  pengejawantahan jiwa. Keseluruhan perhiasan simbolik berwarna hitam yang melambangkan keabadian dan keagungan. Keterbatasan kata-kata dalam nasehat dianggap tidak akan mencapai sasaran tujuan hidup pengantin secara lengkap, karena itu nasehat-nasehat lainnya yang tidak terucap disampaikan
melalui media lain, yaitu melalui tata rias pengantin dan kelengkapan upacara pernikahan. 


Karena itu tata rias pengantin memiliki latar belakang falsafah hidup, merupakan karya tangan dan ekspresi rohani nenek moyang yang merupakan rangkaian lambang yang harmonis dan indah serta tidak terpisahkan. Pembentukan karakter berdasarkan budaya sebagai landasannya
diterapkan pada pengantin wanita sebagai calon ibu. Dengan adanya doa-doa dan harapan yang dipanjatkan, kelak wanita dapat mencapai tujuan kehidupanyang hakiki dan dapat membentuk keluarga dengan melahirkan keturunanketurunanyang berbudi pekerti. Proses pembelajaran secara tidak langsung saat memasuki gerbang pernikahan lebih ditujukan untuk mengasah kemampuan
intuisi. 

Pendekatan pembelajaran intuisi ini berdasarkan atas norma, nilai-nilai,dan tuntutan perilaku. Hal tersebut salah satunya melalui bentuk, lambang dan makna setiap elemen dalam tat arias wajah pengantin Yogyakarta, yang telah diwariskan secara turun temurun. Sebuah warisan yang berharga, yang tetap memegah teguh kearifan budaya dan lingkungan sekitar tanpa  mengesampingkan perkembangan ilmu, akulturasi budaya, dan perkembangan
teknologi. 


For bun messages totaling 8 pcs and above, the process of making the longest is 1 week, because the bun is made directly from the craftsmen.

Untuk pemesanan sanggul berjumlah 8 pcs keatas, proses pembuatan terlama adalah 1 minggu, karena sanggul dibuat langsung dari pengrajinnya.
Pesanlah sanggul dengan ukuran panjang dan lebar sesuai keinginan anda (tergantung jenis kepala anda), sehingga penampilan yang terbaik akan anda dapatkan.
Cek :